Bukan negara ๐ฎ๐ฉ+62 namanya kalo politikusnya nggak bikin ribut. ๐ Coba, siapa di sini yang nggak ngerutin dahi kalo ngeliat tingkah laku mereka?
Mulai dari nangkepin orang yang ngekritik pemerintah, sampe bikin kebijakan-kebijakan yang bikin rameโmisalnya aja, Undang-Undang Cipta Kerja yang banyak dianggep ngerugiin karyawan karena bikin mereka rentan diperlakuin semena-mena.
Belum lagiii kalo pada korupsiโฆ ๐ฌ
Nyatanya โ dan mungkin banyak dari kita yang udah tau ๐ โ gak sedikit pemimpin yang keputusannya malah ngerugiin banyak orang.
Misalnya Pak Juliari Batubara, mantan Menteri Sosial, yang korupsi dana Bantuan Sosial (bansos) Covid-19 sampe Rp32,2 miliar. Padahal, uang segitu banyak bisa ngasih bantuan buat jutaan orang yang paling terdampak pandemi. ๐ฐ
Contoh lainnya kalo di luar negeri, ada Pak Jair Bolsonaro โ mantan presiden ๐ง๐ท Brazil. Di bawah kepemimpinannya, 34.000 kmยฒ hutan Amazon terbakar. Hampir seluas Provinsi Jawa Barat!
Oke oke, sekarang coba bayangin, gimana kalo para pemimpin yang lucu ini diganti sama orang-orang yang beneran jago mimpin? ๐ค Iya, bukan cuma jago mimpi~ ๐ค
Mungkinkahโฆ
- Indonesia bakal bebas banjir? ๐
- Kemiskinan ekstrem bakal menghilang? ๐ฒ
- Kita bisa dapet solusi buat ngatasin krisis iklim? ๐
- Manusia udah punya koloni di planet lain?! ๐
Ya, mungkin aja kita bakal tinggal di dunia yang kayak gini. ๐๐๐ป
Gimana jadinya kalau daripada dipimpin sama politikus, kita dipimpin sama para ahli? Kayak para ilmuwan, atau orang yang udah punya pengalaman di bidang terkait. Mereka yang emang jago di bidangnya. ๐
Kalau orang yang jadi Menteri Komunikasi dan Informatika adalah ahli IT, mungkin Indonesia udah ngembangin superkomputer. ๐คฏ Dan nggak ada lagi kasus data masyarakat yang bocorโฆ ๐
Terus, kalau orang yang jadi Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan adalah ahli lingkungan, mungkin sungai-sungai di Indonesia udah sebening berlian~ ๐ Dan nggak ada lagi kasus-kasus kebakaran hutanโฆ ๐ฅ
Tapi, kabar gembira untuk kita semua~
Soalnya, ternyata ada caranya!
Ini Dia Kemungkinan Solusinyaโฆ
Ada sistem pemerintahan yang namanya teknokrasi. โ
Sistem ini ngebikin para ahli-lah yang ditunjuk buat jadi pemerintah sama lembaga legislatif kayak MPR. Harapannya, kebijakan yang mereka hasilin itu dibikin berdasarkan sains dan data. ๐ป๐
Buat contohnya, teknokrasi diterapin di ๐จ๐ณ China sekitar tahun 1980-an. Anggota DPR mereka isinya kebanyakan ilmuwan dan insinyur. Salah satu keuntungannya, pengambilan keputusan jadi lebih efektif karena mereka udah ahli di bidangnya.
Nah, sistem yang Indonesia pake sekarang adalah demokrasi. Sama kayak kebanyakan negara lain di dunia. ๐ซ
Dalam sistem ini, orang yang terpilih jadi pemimpin adalah mereka paling populer. ๐ Makanya, para calon pemimpin berlomba-lomba biar makin disukain rakyat.
Kalo misalnya mereka adu kepintaran, okelah~ ๐ง Tapi kenyataannya, banyak dari mereka yang justru ngegunain cara yang gak bener. ๐ฅ ย Misalnya, nyuap orang-orang buat milih mereka. ๐ต
Dan sebenernya, butuh banyak banget uang buat ngelakuin kampanye. Coba kita lihat Pemilu Indonesia tahun 2019 kemarin. ๐๐ป
Ternyata, biaya buat kampanye jadi presiden itu sangat-sangat mahal! Buat gambaran, total biaya kampanye pemilu 2019 kemarin itu cukup buat beli 69 mobil lamborghini. Hmm, tapi emang duit sebanyak itu dapetnya dari mana ya?
Jadiii kira-kira, apakah orang-orang berduit aja yang bisa jadi pemimpin? ๐ฌ๐ค
Karena sistem demokrasi bikin calon dengan suara terbanyak โ alias yang paling โจpopulerโจ โ ย buat jadi pemimpin, mereka yang terpilih seringkali bukan orang yang emang beneran jago mimpin.
Oke, coba kita lihat ceritanya bapak satu ini โ Pak Donald Trump, mantan presiden Amerika. ๐บ๐ธ Dia bikin kebijakan yang bukannya nyelesein krisis iklim, tapi justru bikin masalahnya nggak selesai-selesai. ๐ช
Selain itu, waktu lagi COVID-19, Trump malah nyuruh masyarakat Amerika buat nggak taat sama prosedur kesehatan. โ Dia juga ngga dengerin saran-saran yang dikasih sama ahli kesehatan masyarakat. ๐ค
Nah, dua contoh ini, ditambah sama banyaknya โkeramaianโ yang dia bikin jadi munculin satu pertanyaan: kenapa dulu Trump bisa kepilih jadi Presiden?! ๐บ๐ธ
Banyak ahli pun berpendapat kalo beberapa kunci kemenangan Trump adalah โฆ
- Jago ngebawa diri di depan umum ๐
- Banyak diliput gratis sama media karena bikin ramai ๐ค
- Berkomunikasi dengan baik dan gampang dipahamin ๐ฃ
- โNgewakilinโ rakyat Amerika โ banyak ahli yang bilang kalo rakyat Amerika ya milih Trump karena mereka emang setuju sama banyak pernyataan dia โฆ ๐ฎ
Oke oke, kalo emang sistem demokrasi nggak ngejamin terpilihnya pemimpin yang paling bagus, kenapa kita nggak segera make sistem teknokrasi aja?! ๐ง
Sebenernya, sistem ini pernah diajuin juga sama para ilmuwan di ๐บ๐ธ Amerika Serikat dan ๐จ๐ฆ Kanada pas tahun 1930-an.
Jadi saat itu, Amerika Serikat lagi dilanda Depresi Besar โ yang ngaruh ke seluruh dunia juga โ yang ngebikin seperempat warganya jadi pengangguran! Orang-orang yang masih kerja pun gajinya nurun sampe hampir setengahnya. Banyak yang kehilangan rumah dan kelaparan. ๐ ๐
Para ilmuwan dan insinyur ini ngerasa orang-orang di pemerintahan bukan orang-orang yang ahli, dan gara-gara ini bencana terjadi. ๐ฅ
Sayangnya, gerakan ini nggak berhasil, karena nggak populer dan kurang berpengaruh. Apalagi, akhirnya Depresi Besar selesai. Jadi masyarakat juga nggak ngerasa sistem demokrasi perlu diubah. ๐
Padahal, sebenernya sistem ini udah pernah ngebantu suatu negara pulih dari krisis.
Ayo kita jalan-jalan keโฆ Italia! ๐ฎ๐น ๐
Tahun 2011, di tengah krisis ekonomi yang melanda Italia, presiden saat itu nunjuk presiden baru: Mario Monti, seorang profesor dan ahli ekonomi. ๐ค Dengan kebijakan berhemat โ ngurangin pengeluaran pemerintah โ dan ngurangin utang, dia berhasil ngatasin krisis di Italia. ๐ฐโ
Gak cuma itu, tahun 2021, sejarah kembali terulang. ๐ Saat itu, Italia lagi kesusahan buat nanganin pandemi dan krisis ekonomi terparah dalam beberapa dekade terakhir. ๐ Daaan, dipilihlah Mario Draghi, ahli bidang keuangan dan ekonomi, buat nyelamatin Italia.
Jadi, apakah sistem teknokrasi itu jawaban buat segala masalah di pemerintahan kita? โ
โฆatau Justru Masalah Baru?
Oke, jadi sebenernya, buat jadi seorang ahli, kita harus ngelewatin proses yang cukupโฆ mahal. ๐ธ
Kalau nggak percaya, coba kita hitung berapa banyak uang yang harus dikeluarin buat sekolah. Mulai dari masuk TK, SD, SMP, SMA, dan kuliah. ๐ข
Kalo dijumlah, biaya yang dibutuhin buat jadi sarjana itu kurang lebih 31 juta. ๐ธ Kalau kuliah di universitas top Indonesia, bisa lebih butuh lebih banyak uang lagi.
Karena biaya pendidikan nggak murah, keluarga yang kaya lebih mungkin nyekolahin anak-anak mereka ke sekolah tinggi. Dan gak cuma sekolah yang lebih tinggi, tapi sekolah-sekolah yang lebih bagus โฆ dan lebih mahal. ๐
Makanya, orang yang punya latar belakang ekonomi kuat itu bakal lebih mudah buat jadi pemimpin dalam sistem teknokrasi. ๐ฐ Akibatnya, mungkin hanya orang-orang berduit aja yang bisa jadi pemimpin. ๐
Ya, pemimpin-pemimpin dalam sistem teknokrasi itu bisa jadi itu-itu aja โ kelompok yang โeliteโ. โจ Kelompok kecil yang ngatur kelompok masyarakat yang lebih besar, padahal bisa jadi kepentingan mereka nggak sesuai sama kebutuhan masyarakat.
Dan bahkan, bisa jadi orang-orang yang selama ini kebutuhannya kurang kedengeran โ minoritas, orang suku adat, perempuan, dan lain-lain โ jadi makinโฆ diabaikan. ๐ค
Pemerintah yang elite ini juga bisa aja nggak paham (nggak relate!) sama banyak masalah di masyarakat. Mungkin, bakal ada pemimpin yang mikirnya kejauhan โ bikin rencana buat buat ngediriin koloni di Mars. ๐ Padahal, masyarakatnya masih kelaparan dan belum sejahtera.
Hmmm, mungkin kalian jadi bertanya-tanya: โTapi kan harusnya para pemimpin ini udah mertimbangin kemauan semua orang? ๐๐ปโโ๏ธ๐๐ปโโ๏ธ Dan pasti kebijakannya bener dong karena berbasis data!1!!โ
Oke oke, jadi โฆ tetep aja ada satu hal yang nggak boleh kita lupa:
Jadi, para ahli itu bisa aja bias, bisa aja bikin keputusan yang nggak masuk akal, dan bisa aja salah. โ Sama kayak orang-orang pada umumnya. ๐
Misalnya, kayak mantan menteri kesehatan Indonesia, Pak Terawan, yang seorang dokter. ๐ Dia dianggep gagal nanganin COVID-19 โ insentif buat tenaga kesehatan telat turun, jumlah tes yang cuma sedikit, dan banyak nyawa tenaga kesehatan yang hilang. ๐ชฆ
Dia juga ngeluarin banyak pernyataan-pernyataan yang nggak sesuai sains. โ Misalnya, waktu harga masker naik pas awal pandemi, bapak ini malah nyalahin rakyat yang beli masker. ๐ค
โSalahmu sendiri kok beli [masker], ya.โ
Dan karena buruknya penanganan Covid-19, Pak Terawan sampe berkali-kali ditegur Pak Jokowi dan akhirnya โฆ dia dicopot dari jabatannya. ๐ซ
Contoh lainnya, kepemimpinan duo โSuperโ Mario di ๐ฎ๐น Italia tadi. Yang akhirnyaโฆ nggak berakhir mulus. โน
Kebijakan Mario Monti bikin tingkat pengangguran di Italia naik dan ekonomi Italia turun selama satu tahun lebih. ๐๐ Karena ini, dia jadi nggak disukain sama masyarakat Italia. Akhirnya, dia ngundurin diri.
Sama kayak Mario Monti, Mario Draghi juga ngundurin diri. Sebenernya, kebijakan Mario Draghi lebih disukain sama rakyat Italia dibandingin kebijakan Mario Monti, tapiii koalisi partai yang ngedukung dia pecah. ๐
Jadi, inilah contoh gambaran cacatnya sistem teknokrasi: karena pendidikan masih mahal, para ahli yang mimpin bisa jadi ngebentuk elite yang ย โ yang sebenernya rentan juga bikin kesalahan.
Parahnya lagi, sistem teknokrasi juga ngebikin masyarakat lebih susah buat negur pemerintah yang bikin kesalahan. ๐ฒ Soalnya mereka ditunjuk sama lembaga legislatif, bukan dipilih sama rakyat. ๐
Keputusan tertinggi ada di tangan mereka, bukan di tangan rakyat. ๐๐ปโโ๏ธ๐๐ปโโ๏ธ Jadi, suara rakyat bisa jadi kurang didenger, dan nggak diprioritasin. Cuma masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri~ ๐๐ป
Oke oke, setelah baca semua tadi, apakah masih yakin kalo teknokrasi itu solusi buat segala masalah pemerintah negara kita? ๐ฌ
Sebenernya, ada kemungkinan lain. ๐ง Jadi, kaya yang tadi sempet disebut di awal, para ahli dalam sistem teknokrasi tuh ditunjuk sama MPR. Nah, gimana kalo yang nunjuk para ahli ini tetep rakyat aja? ๐ค๐ญ
Gimana kaloโฆ
Para Ahli Masuk Politik?
Iya, mereka jadi politikus, yang bisa kita pilih waktu Pemilu sama Pilkada. ๐ Mungkin kalo kepilih, pengetahuan dan keahlian mereka bisa jadi bekel yang baik buat bikin kebijakan yang sesuai buat masyarakat. โ Keputusan pemerintah bakal jadi lebih berbasiskan data dan sains. ๐ข ๐ฌ
Mereka juga mungkin bakal mastiin kalo solusi buat suatu masalah nggak dibikin berdasarkan kepentingan salah satu pihak aja. ๐ฌ
Tapiii sebelum itu, emangnya, di sistem pemerintahan Indonesia yang sekarang, para ahli tuh kerjanya apa sih? ๐คจ Apa mereka cuma di lab aja ngelakuin riset? Atau cuma nulis penelitian?
Jawabannya tentunya enggak. Jadi, di sistem demokrasi sekarang, sains itu dianggap sebagai โinputโ buat ngambil keputusan. โฉ Biar keputusan itu sesuai sama kebutuhan dan keinginan masyarakat. ๐๐ปโโ๏ธ๐๐ปโโ๏ธ
Nah, kerjaanya para ahli itu nyampein input-input ini. Bisa:
- secara formal, misalnya lewat para ahli yang jadi staf ahli di Kementerian ๐ข atau
- secara nggak formal โ misalnya para ahli yang bikin kritik buat pemerintah dalam tulisan yang dipublikasi terbuka ๐ฐ
Pengambil keputusannya tetep para pemerintah. ๐ฏ
Terus, input ini bisa dikasih ahli, pas sebelum, saat, dan setelah pemerintah ngebikin keputusan.
Jadiii, pemerintah itu ibarat koki yang lagi ikut lomba masak, dan para ahli itu kayak jurinya yang ngebantu biar makanan โ alias kebijakan! โ yang dibikin sama si Koki bener-bener enak. ๐คค
Misalnya ada koki yang mau bikin bakso modifikasi yang terbuat dariโฆ ehm, serangga. ๐ฆ Makanan masa depan~
Para juri bisa ngasih input sebelum si Koki ngebikin resep. Si Koki bisa nanya langsung sama juri. ๐
Pas si koki lagi masak, juri juga bisa dateng buat icip-icip makanan dan ngasih tau kekurangan masakannya. ๐ฌ
Dan ketika masakannya jadi, tentunya para juri juga bisa ngerasain hasilnya dan ngasih masukan. ๐ด
Biar makin kebayang, ayo liat contoh nyatanya.
- Para ahli kadang bisa ngeliat jauh ke depan karena lebih familiar sama perkembangan ilmu pengetahuan tertentu. ๐ Misalnya, ada ahli AI yang ngasih tau pemerintah potensi bahaya AI, jadi pemerintah bisa bikin peraturan buat ngehindarin bahaya ini. ๐ค Atau, ada ahli genetika yang ngeliat potensi dari dibikinnya bank gen orang Indonesia. Dia ngasih tau pemerintah, dan pemerintah bikin keputusan buat ngelakuin ini. ๐งฌ
- Para ahli juga bisa ngasih input pas pemerintah lagi dalam proses ngebikin kebijakan. Misalnya, pemerintah lagi bikin kebijakan yang ngatur soal limbah medis. ๐ Pemerintah bisa minta saran dari ahli limbah medis biar peraturannya sesuai.
- Dan, para ahli juga bisa ngasih input setelah kebijakannya terbit. Misalnya ada kebijakan tentang keamanan digital yang bermasalah. ๐ฅ Para ahli IT bisa ngasih input โ secara formal ataupun enggak โ biar kebijakannya dibenerin dan diperbaruin.
Jadi kalo dirangkum, di sistem yang sekarang, para ahli itu punya tiga fungsi:
- Ngoreksi kebijakan pemerintah โ๐ป
- Ngasih validasi buat kebijakan pemerintah โ
- Ngasih tau kemungkinan yang bakal ada di masa depan biar pemerintah bisa siap-siap ๐
Nah, gimana kalo semua ahli masuk politik dan jadi pemerintah?
Bisa jadi, pemerintah malah jadi nggak punya โlawanโ berpikir pas lagi ngerumusin kebijakan. ๐ Nggak ada sparring partner! ๐คผ
Bisa aja si ahli yang jadi pemerintah itu kayak jadi pake kacamata kuda. ๐ด๐ถ Ngerasa kebijakan yang dia anggep itu bener karena nggak ada yang ngoreksi. ๐
Padahal aslinyaโฆ ternyata ngerugiin banyak orang. ๐ฅ
Apalagi, kita udah tau sebelumnya kalo ahli tuh ya manusia juga, bisa aja salah dan pengetahuannya terbatas sama latar belakang dia. ๐ฌ
Daaan, ada juga yang lebih parah lagi โฆ
Ilmuwan yang Jadi Alat Politik
โฆYa, kalo para ahli dijadiin pion-pionnya para penguasa!โ
Apalagi kalo mereka ada di bawah pemerintahan diktator. ๐ฑ๐ฑ
Kalo belom kebayang, sekarang kita bakal jalan-jalan ke masa lalu. Ke zamannya om-om kumis kotak satu ini. ๐จ๐ป Siap-siap.
Pas Nazi berkuasa di ๐ฉ๐ช Jerman tahun 1933 sampe 1945, mereka ngontrol semua aset negara โ termasuk para ahli mereka. ๐๐ป Para peneliti dan ilmuwan dipaksa buat ngikutin semua kepercayaan mereka. ๐
Zaman dulu Nazi percaya kalo ras Jerman adalah ras paling unggul di dunia. ๐ฅ Mereka ngegunain teori eugenetika โ yang bilang kalo umat manusia bisa jadi lebih maju dengan bikin orang-orang dengan sifat unggul aja yang punya anak โ buat musnahin orang-orang yang menurut mereka nggak unggul.
Kepercayaan ini jadi pembenaran Nazi terhadap hal-hal nggak manusiawi yang mereka lakuin, termasuk pembunuhan massal. โ
Semua atas nama "sains". ๐ฌ
Terus, demi bikin manusia jadi lebih maju, mereka ngelakuin percobaan-percobaan yang nggak etis. ๐ฑ
Oke, perkenalkan, Josef Mengele. Salah satu dokter Nazi yang ngelakuin eksperimen medis terhadap para anak kembar.๐จ๐ปโ๐คโ๐จ๐ป๐ฉ๐ปโ๐คโ๐ฉ๐ป Dia dikenal sebagai "Malaikat Maut" saking kejamnya percobaan yang dia lakuin. Nggak manusiawi. โ
Dokter Mengele pengen tahu gimana sifat-sifat unggul bisa diturunin dari orang tua ke anak. ๐งฌ Dan menurut dia, anak kembar โ yang punya susunan genetik yang sama โ bisa ngasih pelajaran yang berharga. ๐
โ Oke, di sini kita bakal bahas kekejaman Dokter Mengele. ๐ฅ Kalo kalian nggak nyaman baca deskripsi penyiksaan yang ngeri, kalian bisa ngelewatin bagian ini.
Karena saat itu mata yang warnanya biru dianggep sifat yang unggul, Dokter Mengele nyuntikin berbagai jenis kimia ke mata mereka. ๐ Ini bisa ngebikin mata mereka buta. ๐ต
Lebih ngeri lagi, Dokter Mengele juga ngeluarin organ dan ngamputasi mereka. Bahkan, ngejahit tubuh mereka biar nyatu buat ngebikin kembar siam buatan. Tanpa obat bius. ๐จ
Dia juga nyuntikkin penyakit mematikan ke salah satu anak kembar, terus ngeliat dampaknya ke kembarannya. Kalau salah satunya mati, yang satunya bakal dibunuh juga. Terus, dampaknya dilihat ke tubuh mereka. Kalau salah satunya selamat, tubuhnya bakal dibedah. ๐
Sekitar 1500 pasang anak kembar ditarik dari kamp, dan cuma 200 dari mereka yang selamat. ๐
Semua ini, untuk โsainsโ. ๐ฌ
Pemerintahan Jerman di bawah kekuasaan Nazi juga ngontrol dan nyensor publikasi ilmiah, mastiin kalo penelitian yang terbit itu ngedukung agenda politik mereka. ๐ Mereka ngilangin semua penelitian yang bertentangan dengan keyakinan mereka. ๐ฅ
Sebenernya, ada juga ilmuwan yang nggak mau tunduk sama Nazi. Tapi, Nazi ngegunain kekerasan buat maksa dan menekan mereka. ๐ฅ
Mereka bahkan ngebersihin universitas dan lembaga ilmiah dari siapa pun yang pandangannya beda sama mereka. ๐งน Akibatnya, banyak ilmuwan dan peneliti berbakat yang hilang. ๐จ
Jadi, banyak ilmuwan yang terpaksa harus nurut. ๐
Kalo tetep nggak mau, pilihan lainnya adalah kabur dan nyari perlindungan dari negara lain. ๐๐ปโโ๏ธ๐๐ปโโ๏ธ Termasuk Pak Albert Einstein, yang selain dikejar-kejar Pak Kumis Kotak karena nggak nurut, juga seorang Yahudi.
Ngeri banget!
Makin kebayang kan gilanya kalo penguasa ngegunain peneliti buat kepentingan mereka? Dan nggak perlu jauh-jauh ke ๐ฉ๐ช Jerman, sebagian orang nganggep kita bisa lihat contohnya di negara sendiri. ๐ฎ๐ฉ
Di Indonesia, BRIN alias Badan Riset dan Inovasi Nasional, juga sempet rame dibicarain. ๐ฌ
Intinya banget, BRIN itu lembaga pemerintah yang tugasnya bikin riset dan penelitian, tapi bukan bagian dari kementerian apapun. ๐ฅผ Kayak Stark Industries-nya pemerintah.
Nah, tahun 2021 kemarin, banyak lembaga penelitian lain yang dijadiin bagian dari BRIN. Beberapa di antaranya tuh:
- LIPI, yang kerjaannya riset ๐ฌ
- BATAN, yang kerjaannya riset tentang nuklir โ
- LBM Eijkman, yang kerjaannya riset biologi molekuler ๐งซ
- Lembaga penelitian milik Komnas HAM, kerjaannya tentunya neliti seputar Hak Asasi Manusia ๐ซ
Peleburan inilah yang banyak dipermasalahin. Salah satunya oleh Komnas HAM, yang ngerasa peleburan ini bikin Komnas HAM jadi kurang leluasa ngekritik pemerintahโฆ karena lembaga penelitiannya ada di bawah pemerintah. ๐ฌ
Selain itu, yang banyak dipermasalahin juga adalah ketua Dewan Pengarah BRIN, yang sampe tulisan ini dibikin, dipimpin sama ketua umum partai. Katanya, ini dilakuin buat mastiin riset yang dihasilin โsearahโ sama Pancasila.
Tapiii di sisi lain, ini juga diduga bikin BRIN berpotensi jadi lembaga riset yang disalahgunain buat kepentingan politik semata. โ
Salah satu jurnal ilmiah terbesar di dunia, Nature, bikin tulisan tentang penunjukkan ketua partai jadi ketua BRIN ini. ๐ฐ
Menurut Nature, penunjukkan ketua partai sebagai ketua Dewan Pengarah BRIN emang punya kelebihan โ kepentingan sains jelas-jelas bakal terwakili di tingkat pemerintahan tertinggi. ๐ฉ๐ปโ๐ผ๐จ๐ปโ๐ผ
Tapiii, menurut Nature juga, mungkin bakal ada waktu ketika presiden dan ketua BRIN datang dari partai yang berbeda. ๐ฌ Jangan sampe hal ini justru ngeganggu kinerja BRIN. โ๐ป Makanya, BRIN perlu dilindungin dari campur tangan dan potensi konflik kepentingan. ๐ค๐ป
Oke, dari cerita tadi kita jadi makin tahu kalo para ilmuwan itu bisa dipengaruhin sama banyak kepentingan. Tapiii, nggak cuma ilmuwan. Sebenernya, sains atau ilmu pengetahuan juga dipengaruhin sama berbagai nilai-nilai yang dipercaya masyarakat ketika itu. ๐ฏ
Sains yang Nggak Bebas Nilai
Iya, jadi sains itu โฆ nggak bebas nilai. โ
Hmmm โฆ tapi bukannya metode sains itu objektif? ๐ง
Iya, bener! Tapiii sebuah penelitian itu dipengaruhin sama penelitinya. ๐ฉ๐ปโ๐ฌ๐จ๐ปโ๐ฌ
Biar makin ngerti, gimana kalau kita mundur โ ayo kita pikirin kenapa seorang peneliti bisa tertarik buat neliti sesuatu. ๐ญ
Ketika milih topik penelitian, pasti peneliti dipengaruhin sama latar belakangnya dan nilai-nilai yang dia percaya. ๐ฎ
Misalnya, peneliti zaman dulu yang nggak ngerasa penting buat neliti soal kesehatan tubuh perempuan. ๐บ Di penelitian-penelitian kesehatan tahun 1970-an, perempuan jarang banget dijadiin subjek penelitian. ๐ข
Dampaknya, kita jadi nggak tahu dampak penyakit ke tubuh perempuan. ๐ข Kita juga nggak banyak tau penyakit-penyakit yang berkaitan sama perempuan โ misalnya penyakit rahim โ dan nggak tahu cara nanganinnya. ๐ฐ
Baru pas tahun 1986, departemen kesehatan Amerika, NIH, bikin kebijakan yang ngedorong peneliti buat ngikut sertain perempuan dalam penelitian. โ Tapi sampe sekarang, masalah ini masih ada. Masih banyak pihak yang berjuang buat bener-bener nyelesaiin ini. โ๐ป
Karena pandangan ini, wajar aja kalo mungkin tahun 1970-an para peneliti mungkin emang nggak kepikiran buat nyari tahu soal penyakit rahim atau payudara. ๐ฎ
Selain dalam milih topik penelitian, sebuah penelitian juga bisa dipengaruhin bias penelitinya dalam nentuin metode dan ngambil kesimpulan. ๐คจ
Buat nguji suatu hipotesis, bisa aja peneliti yang berbeda pake metode yang berbeda, dan hasilnya juga kemungkinan bakal beda. Dan ketika ngeliat data, mungkin banget peneliti A dan B nggak ngambil kesimpulan yang sama. ๐คจ
Intinya, sains itu nggak bebas dari nilai yang dipercaya penelitinya ketika ngambil keputusan dalam berbagai tahap penelitian. โ
Daaan selain itu, penelitian juga โฆ nggak gratis. ๐ฐ Banyak penelitian yang harus didanain sama lembaga pemerintah ataupun lembaga swasta.
Makanya, fokus riset sains suatu negara bisa beda-beda dalam pemerintahan yang berbeda. Ada pemimpin yang ngutamain krisis iklim, ada yang ngutamain kesehatan, ada yang ngutamaian energi terbarukan, ada juga yang, ehm, nggak ngutamain apa-apa. ๐ช
Teruuus, ada (banyak!) juga penelitian yang didanain sama lembaga tertentu โ termasuk industri โ yang punya kepentingan tertentu. Jadi, ada kemungkinan hasilnya bakal disetir sama lembaga itu. ๐
Dan ini dampaknya bisa parah banget!
Contohnya kayak yang terjadi tahun 1950-an di Amerika. Jadi saat itu, rokok lagi bener-bener naik daun. ๐ฌ Mereka dipasarkan sebagai benda ๐ keren dan ๐ modis yang penting dikonsumsi baik sama laki-laki maupun perempuan.
Tapi, saat itu peneliti mulai tahu kalo kebiasaan ngerokok berhubungan sama kanker paru-paru. Mereka nerbitin penelitian yang nunjukin ini. ๐ Dan, mulai banyak juga kampanye yang memperingatkan masyarakat tentang bahaya ngerokok. ๐ข๐ข
Industri tembakau ketar-ketir! ๐ฃ Mereka takut keuntungan mereka turun. โฌ
Mereka nanggepin dengan ngerekayasa sains. ๐ฎ Ngedanain penelitian dan ilmuwan yang bikin penelitian tandingan โฆ yang sebenernya nggak bener, alias bohong.
โ Ngeraguin hubungan antara ngerokok dan kanker
โ Ngeraguin kalo nikotin bikin ketagihan
โ Bilang kalo perokok pasif dalam ruangan nggak kena bahaya
Selain itu, mereka juga bikin versi โringanโ dari rokok yang mereka jual โ bilang kalo rokok ringan nurunin risiko kesehatan. Padahal sebenernya, rokok ringan sama-sama bikin bahaya. ๐ ๐
Untungnya, ilmuwan-ilmuwan yang jujur dan ngerasa masyarakat dirugiin nggak diem aja. ๐ข Mereka bikin makin banyak penelitian yang semakin nguatin fakta kalo rokok itu bahaya. โ
Terus, tahun 1990-an, banyak orang yang nuntut industri rokok secara individu ke pengadilan, bilang kalo para industri ini bohong dan rokok emang bahaya. ๐
Bahkan, ada pemerintah negara bagian yang juga sampe nuntut industri rokok! Mereka minta dana buat biaya perawatan kesehatan yang terkait dengan pengobatan penyakit terkait merokok. ๐ฅ
Akhirnya, karena tekanan dari masyarakat, pengadilan, dan ilmuwan (yang jujur), tahun 1998, empat industri rokok terbesar di Amerika Serikat nandatanganin MSA alias Master Settlement Agreement, persetujuan yang ngebikin industri ini harus bayar miliaran dolar ke negara bagian. ๐ฐ Buat ngegantiin biaya perawatan kesehatan yang terkait dengan merokok. ๐ฅ๐
Sampe sekarang, lebih dari 45 industri rokok nyetujuin MSA. 4๏ธโฃ5๏ธโฃ๐ค๐ป
Ya, jadi inilah bahaya adanya konflik kepentingan dalam sains. ๐คฏ Masyarakat dibohongin dan bisa sampe nimbulin penyakit dan korban jiwa. ๐ข
Jadiii, sampe sini kita udah makin ngerti peran sains dalam pemerintahan. Mulai dari para ahli yang bisa aja bias dan digunakan buat kepentingan tertentu, sampe sains sendiri yang emang dipengaruhin sama nilai-nilai di masyarakat. ๐
Daaan, kalo kita telusurin lagi, sebenernya salah satu masalah utama pemerintahan di banyak negara adalah banyak pemerintah yang nggak peduli sains. ๐ Makanya mereka bikin keputusan yang basisnya intuisi dan kepentingan mereka aja, yang bisa jadi nggak sesuai sama data dan kondisi nyata di lapangan~ ๐ข๐ฏ
โฆTerus, Kita Harus Gimana?
Ya, jadi sebenernya, solusinya bukan serta-merta:
- Langsung nunjuk ahli buat jadi pemerintah โ
- Bikin para ahli langsung masuk ke pemerintahan โ
Melainkanโฆ pemerintah harus paham sains. โ ๐ค Biar bisa ngambil keputusan yang nguntungin masyarakat.
Contohnya kayak Ibu Jacinda Ardern, mantan Perdana Menteri Selandia Baru, yang ketika Covid-19 lagi melanda, dia ngedengerin para ahli dan berkomunikasi sama rakyatnya dengan baik. ๐ฃ
Strategi Ibu Jacinda dan pemerintah Selandia Baru buat ngatasin Covid-19 dipuji sama banyak orang dan dianggep salah satu yang terbaik. ๐
Oke, biar makin kebayang, ayo kita liat tanggapan pemerintah di seluruh dunia atas masalah terbesar yang umat manusia lagi hadapin. ๐ฅ
Ya, krisis iklim! ๐ก
Banyak ilmuwan yang udah ngewanti-wanti kalo sekarang, kita cuma punya sedikit waktu buat bertindak biar pemanasan global nggak jadi makin parah. ๐ค
Tapiii banyak pemerintah yang masih belum ngerasa kalo ini tuh krisis yang bahaya! โ Bahkan, banyak juga yang nggak peduli sama krisis iklim. ๐
Terus, nanggepin semua hal ini, ilmuwan bahkan udah sampe demo ๐ฃ๐ฃ๐ฃ, tapi tetep nggak ada perubahan. ๐
Yang bikin makin kesel lagi โ sebenernya kita punya ๐ ilmu, ๐ต uang, dan โ teknologi yang kita butuhin buat ngurangin separuh emisi karbon kita pada tahun 2030.
Yang kurang tinggal kemauan pemerintah. ๐
Ketika laporan tahunan krisis iklim keluar tahun 2021 lalu, Sekretaris Jenderal PBB nyebut kalo laporan ini โ yang isinya ngejelasin seberapa buruk kondisi ๐ Bumi sekarang โ adalah dampak dari janji kosong pemerintah. ๐ ๐ปโโ๏ธ๐ ๐ปโโ๏ธ Waduh~
Dia juga bilang kalo ada pemerintah pemerintah dan pemilik bisnis yang bohong. ๐คฅ Mereka bilang mau melawan krisis iklim, tapi perbuatan mereka nunjukin sebaliknya. ๐ฌ
โ[Dampak krisis iklim] ini bukan fiksi atau melebih-lebihkan.โ
- Antonio Guterres, Sekjen PBB
Dari kasus ini bisa dilihat kalo udah ada para ahli yang bekerja sesuai fungsinya: ngasih input buat pemerintah (inget soal perumpamaan koki dan juri tadi). ๐ Sayang, masih ada pemerintah yang belum dengerin. ๐๐ปโ
Kalo pemerintah lebih peduli sains dan ngebikin kebijakan yang sesuai sama data, mungkin aja masalah krisis iklim bisa lebih cepet selesai. ๐ Kita jadi nggak perlu khawatir masa depan kita bakal dipenuhin bencana iklim~
Oke, sebenernya krisis iklim baru salah satu masalah dari segudang lainnya yang siap menimpa umat manusia. ๐ฅ
Bayangin semua kemajuan umat manusia saat ini, yang sebenernya berpotensi bikin masalah baru. ๐คฏ
- ๐ค Perkembangan AI diperkirakan akan ngambil alih berbagai pekerjaan orang, yang bakal bikin tingkat pengangguran jadi tinggi ๐
- ๐งฌ Genetic engineering bikin kita bisa nentuin ciri-ciri bayi ๐ถ๐ป sebelum lahir dan bikin penyakit genetik jadi ilang โ tapi kalo disalahgunain, mungkin justru bikin kita bisa bayar demi โbayi sempurnaโ โ supercantik, superkuat, dan superpintar. ๐ค
Bayangin kalo pemerintah kolot dan nggak mau dengerin sains. Kita bakal ngehadapin bencana demi bencana. ๐คฏ
Dan sebenernya, kita punya salah satu kunci buat nyelesaiin masalah pemerintah yang nggak dengerin sains ini. ๐
Kayak yang tadi udah disebut, dalam sistem demokrasi, yang milih pemerintah adalah rakyatnya. ๐๐ปโโ๏ธ๐๐ปโโ๏ธ
Jadi, kita punya kuasa buat nentuin pemimpin kita. Nah, kita sebagai masyarakat juga harus jadi pinter. ๐ง
Kita harus ngambil keputusan berdasarkan data dan sains, termasuk keputusan untuk milih pemimpin. ๐ฏ
Kita bisa lebih kritis buat milih pemimpin yang dengerin sains dan bisa nyelesaiin masalah-masalah masa kini dan masa depan. โ
Oke, segitu aja dulu. ๐
Terima kasih udah membaca sampe sejauh ini! ๐
Meskipun menyenangkan, tapi tulisan ini butuh berminggu-minggu buat di-riset. ๐ฌ
Jadi, jangan lupa untuk dukung terus Kok Bisa dengan cara langganan newsletter Kok Bisa ya โ๏ธ untuk dapetin cerita-cerita seru dan perkembangan sains serta teknologi terbaru dunia!
Dan bagi kalian yang mau komentar dan hobinya diskusi ๐ฌ silakan ikutan ngobrol tentang sains dalam pemerintahan dan perkembangan sains-teknologi terkini lainnya di Discord Kok Bisa.
Dan seperti biasa, terima kasih! ๐